Pemandangan reklamasi pantai secara besar-besaran tampak dari atas pesawat yang membawa kita memasuki negara Singapura dan ketika pertama mendarat di Changi International airport, suguhan perkembangan teknologi dalam rangcang bangun sudah terasa, berikutnya adalah perkembangan teknologi transportasi dengan MRT dan local link transportation di lingkungan Changi airport sendiri. Sepanjang menuju hotel suguhan berlanjut dengan bangunan-bangunan tinggi monumental karya arsitek-arsitek terkenal, S.O.M ( Changi MRT Station ), Moshe Shafdi ( Casinos @ Marina Bay and Sentosa ), Kenzo Tange ( UOB Plaza dan indoor stadium ), Paul Rudolph ( Concourse building ), I.M. Pei ( gateway building ), Ken Young ( National Library ), Norman Foster (Supreme Court dan Expo MRT ), rasanya tidak salah kalau Singapura diibaratkan ‘Jendela Dunia’ bagi perkembangan Arsitektur.
Master Plan dan Pembangunan.
Emang hebat negara ini, dengan wilayah tak lebih besar dari kota Semarang dan tidak memiliki kekayaan alam yang dapat diekploitasi tetapi berhasil menjadi negara kecil, modern dan kaya. Mungkin posisi negara ini yang menjadi pusat jalur perdagangan dunia dan mereka berhasil memanfaatkan posisi tersebut untuk mendapatkan penambahan devisa negara. Keseriusan dan pandangan kedepan untuk memajukan negara ini dari pemerintahnya harus diakui dengan acungan jempol. Keterpurukan yang mendera akibat peperangan tahun 1950, memporak-porandakan negara ini, kemudian dengan cepat bangkit dengan membangun rumah susun-rumah susun untuk rakyatnya, membangun sarana transportasi, berupa pembangunan jalan dan jalur MRT dan menggagas masterplan kota Singapura kedepan di tahun 1963. Keseriusan membangun negaranya ditunjukkan dengan belum ada 10 tahun, rancangan masterplan kota telah dirubah kembali ( 1971) dengan beberapa penyesuaian hasil review terhadap masterplan yang telah ada. Pada tahun 1991 dibuat kembali masterplan Singapura dengan thema ‘A Tropical City of Excellent” dan benar-benar diterapkan dan dibangun di tahun-tahun berikutnya dengan menghadirka arsitek-arsitek kelas dunia. Tahun 2001 direncanakan kembali masterplan Singapura dengan mengusung thema ‘Garden City in the Tropic”. Dengan thema ini Singapura dibangun, yang paling terlihat adalah pembangunan kawasan-kawasan baru ( bahkan banyak yang memanfaatkan reklamasi pantai dengan pasir dari pulau-pulau di Indonesia ) dan bangunan-bangunan high rise baru dengan thema yang sesuai, seperti pembangunan jalur-jalur MRT baru yang menghubungkan seluruh kawasan yang ada, Reflection building ( Daniel Libeskind) di Keppel Bay, Scott Tower ( OMA), EDITT Tower ( Ken Young ), pembangunan Bridging Ridges sepanjang 9 km yang menghubungkan beberapa kawasan, sebuah obyek wisata baru yang mengasikkan. Hebatnya lagi, Masterplan Singapura akan kembali direview dengan thema “City in a Garden” pada tahun 2020 dan khabarnya WOHA sudah mengusulkan masterplan tahun 2050.
Untuk melaksanakan pembangunan di Singapura, banyak tenaga asing yang didatangkan dari semua penjuru dunia. Orang-orang yang mempunyai kompetensi tinggi akan dihargai dan diperhatikan, tentu saja berharap akan ada alih teknologi disana. Ketika nantinya tenaga kerja dalam negeri sudah dapat melaksanakannya, lambat laun ketergantungan dengan tenaga asing akan dikurangi, pada level bawah ketergantungan ini dapat disaksikan pada iring-iringan tenaga kerja yang melintas diperbatasan dengan negara lain pada saat pagi dan sore hari, tak ubahnya dengan banyaknya tenaga kerja yang memasuki kota Semarang dari arah Purwodadi dan Demak di pagi dan sore hari. Konon khabarnya jumlah masyarakat Singapura sendiri, secara ekonomis tidak mampu untuk memutarkan roda perekonomian negara ini, sehingga beberapa tahun kedepan Singapura mencoba mendongkrak jumlah penduduknya dengan berbegai cara.
Arsitek Indonesia di Singapore.
Menjadi kebanggaan tersendiri ketika bertemu dengan rekan-rekan arsitek Indonesia yang telah berhasil bekerja di Singapore dan menembus dominasi arsitek asing ataupun local dengan menempati posisi-posisi strategis di kantornya masing-masing. Ikatan Arsitek Indonesia cabang Singapore juga telah terbentuk. Keberhasilan, kebanggaan dan gagasan disain yang telah mereka sumbangkan untuk turut mewarnai disain bangunan yang telah berdiri di Singapore menjadi bagian cerita yang amat berkesan dan cukup membanggakan. Yang menjadi catatan dan bahan renungan untuk kita ambil tindakan dan berbuat lebih adalah ‘KESETARAAN’, kemampuan dapat diadu tetapi kesetaraan ternyata tidak kita dapatkan. Ibaratnya arsitek kita ber’kasta sudra’ dalam tataran klasifikasi arsitek di Singapore, apa yang telah diberikan tidak sebanding dengan apa yang didapatkan jika ukurannya sesama arsitek professional local ataupun asing diluar Indonesia.
Menjadi tugas kita bersama, khususnya pengurus IAI di Pusat dan Daerah, kapan sertifikat professional IAI benar-benar setara dan diakui dalam tingkat dunia, minimal Asia atau lebih kecil dulu Asia Tenggara atau kita masih berkutat dengan kesetaraan arsitek nasional di pusat dan daerah. Ayo Semangat !!!